Breaking News

Kamis, 21 Februari 2019

Industri Makanan Jadi Salah Satu Sektor Tingkatkan Nilai Investasi

Industri Makanan Jadi Salah Satu Sektor Tingkatkan Nilai Investasi

Jakarta -
Industri makanan dan minuman menjadi salah satu sektor manufaktur andalan dalam memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Capaian kinerjanya selama ini tercatat konsisten terus positif, mulai dari perannya terhadap peningkatan produktivitas, investasi, ekspor hingga penyerapan tenaga kerja.

"Potensi industri makanan dan minuman di Indonesia bisa menjadi champion, karena supply dan user-nya banyak. Untuk itu, salah satu kunci daya saingnya di sektor ini adalah food innovation and security," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangannya, Rabu (20/2/2019).

Hal tersebut ia ungkapkan ketika mendampingi Presiden Joko Widodo pada Pelepasan Kontainer Ekspor ke-250.000 Mayora Group di Tangerang, Banten, Senin (18/2). Kementerian Perindustrian mencatat, sepanjang tahun 2018, industri makanan dan minuman mampu tumbuh sebesar 7,91% atau melampaui pertumbuhan ekonomi nasional di angka 5,17%. Bahkan, pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang di triwulan IV tahun 2018 naik sebesar 3,90% yoy terhadap triwulan IV tahun 2017, salah satunya disebabkan oleh meningkatnya produksi industri minuman yang mencapai 23,44%.

Selanjutnya, industri makanan menjadi salah satu sektor yang menopang peningkatan nilai investasi nasional, yang pada tahun 2018 menyumbang hingga Rp 56,60 triliun. Realisasi total nilai investasi di sektor industri manufaktur sepanjang tahun lalu mencapai Rp 222,3 triliun.

Selanjutnya, industri makanan menjadi salah satu sektor yang menopang peningkatan nilai investasi nasional, yang pada tahun 2018 menyumbang hingga Rp 56,60 triliun. Realisasi total nilai investasi di sektor industri manufaktur sepanjang tahun lalu mencapai Rp 222,3 triliun.

"Di tahun 2018, tenaga kerja di sektor industri manufaktur mencapai 18,25 juta orang atau naik 17,4 persen dibanding tahun 2015. Industri makanan menjadi kontributor terbesar hingga 26,67%," tuturnya.

Menperin menambahkan, produk makanan dan minuman Indonesia telah dikenal memiliki daya saing di kancah global melalui keragaman jenisnya. Ini ditandai dengan capaian nilai ekspornya sebesar USD 29,91 miliar pada tahun 2018.

"Industri manufaktur konsisten memberikan kontribusi paling besar terhadap nilai ekspor nasional," ujarnya.

Pada 2017, tercatat ekspor produk manufaktur nasional di angka USD 125,1 miliar, melonjak hingga USD 130 miliar di tahun 2018 atau naik sebesar 3,98%.

"Jadi, tahun lalu kontribusinya tertinggi mencapai 72,25%," imbuhnya.


Industri Makanan Jadi Salah Satu Sektor Tingkatkan Nilai Investasi

Menperin optimistis, industri makanan dan minuman nasional mampu melakukan terobosan inovasi produk. Upaya ini guna memenuhi selera konsumen dalam dan luar negeri. Terlebih lagi adanya implementasi industri 4.0, dengan pemanfaatan teknologi terkini dinilai dapat menghasilkan produk yang berkualitas dan kompetitif.

"Untuk itu, kami memberikan apresiasi kepada PT Mayora Indah Tbk yang telah menjadi salah satu perusahaan percontohan di Indonesia dalam penerapan industri 4.0 di sektor industri makanan dan minuman," ungkapnya.

Airlangga pun mengaku bangga atas capaian Mayora yang telah mengekspor sebanyak 250 ribu kontainer produknya ke lebih dari 100 negara. Tujuannya antara lain Asean, China, India, Timur Tengah, Amerika Serikat, Afrika, Uni Eropa, hingga Irak dan Palestina.

Adapun pasar ekspornya saat ini menyumbang sebesar 50% terhadap total penjualan perseroan yang mencapai lebih dari Rp 35 triliun. Beberapa produk unggulannya yakni, permen Kopiko yang menjadi nomor satu di dunia. Selanjutnya, produk kopi instan Torabika, menjadi nomor satu di pasar Filipina, Rusia, dan Lebanon.

Selain itu, produk butter cookies Danisa menjadi nomor satu di China dan Vietnam, produk minuman sereal Energen menempati peringkat satu di Filipina, serta wafer cokelat Beng Beng dan krekers Malkist menjadi nomor satu di Thailand.

Saat ini, Mayora telah memiliki sebanyak 29 pabrik, 24 di antaranya tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan lima pabrik berada di luar negeri. Perusahaan menyerap tenaga kerja sebanyak 51 ribu orang, dengan lebih dari 20 karyawan asal Indonesia bekerja di pabrik luar negeri. Melalui proses produksinya, Mayora juga memberdayakan hingga 70 ribu petani kopi, singkong, dan jagung.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Airlangga menyambut baik adanya upaya industri makanan dan minuman di Indonesia yang terus meningkatkan nilai tambah sumber daya alam lokal, salah satunya adalah sektor pengolahan kopi. Langkah hilirisasi ini dinilai membawa efek berantai yang luas bagi perekonomian nasional.

"Contohnya Mayora, melalui permen Kopiko menjadi produk nomor satu di dunia. Bahkan, Kopiko juga menjadi salah satu kebutuhan astronot di luar angkasa. Selain itu, produk kopi instan Torabika yang juga diminati oleh konsumen mancanegara," ungkapnya.

Untuk itu, Airlangga menyatakan, pihaknya terus mendorong diversifikasi produk industri untuk mengisi pasar ekspor. "Kami melihat industri semakin agresif untuk membuka akses pasar baru dan meningkatkan nilai ekspornya. Hal ini seiring komitmen pemerintah menciptakan iklim usaha yang kondusif dan memberikan kemudahan perizinan termasuk prosedur ekspor," tuturnya.

Di kancah global, ekspor produk kopi olahan nasional terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2016, ekspornya mencapai 145 ribu ton atau senilai USD 428 juta, kemudian meningkat hingga 178 ribu ton atau senilai USD 487 juta di tahun 2017. Pada 2018, terjadi lonjakan peningkatan ekspor hingga 21,49% atau sebanyak 216 ribu ton dengan peningkatan nilai 19,01% atau mencapai USD 580 juta.

Ekspor tersebut didominasi oleh kopi olahan berbentuk instan sebesar 87,9% dan sisanya berbasis ekstrak dan essence. Tujuan ekspor utama industri pengolahan kopi nasional, antara lain Filipina, Malaysia, Iran, China dan Uni Emirat Arab.

Airlangga juga menyebutkan, Indonesia merupakan negara penghasil biji kopi terbesar keempat di dunia setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia. Hal ini menjadi potensi pengembangan industri pengolahan kopi di dalam negeri.

"Produksi kopi kita sebesar 639.000 ton pada 2017 atau 8% dari produksi kopi dunia dengan komposisi 72,84% merupakan kopi jenis robusta dan 27,16 persen kopi jenis arabika," ujarnya. Pada 2017, tercatat ada 101 perusahaan kopi olahan yang meliputi skala besar dan sedang dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sebanyak 24 ribu orang dan total kapasitas produksi lebih dari 260 ribu ton per tahun.

Selain itu, Indonesia juga memiliki berbagai jenis kopi specialty yang dikenal di dunia, termasuk Luwak Coffee dengan rasa dan aroma khas sesuai indikasi geografis yang menjadi keunggulan Indonesia.

Hingga saat ini, sudah terdaftar sebanyak 24 indikasi geografis untuk kopi Indonesia, di antaranya Kopi Arabika Gayo, Kopi Arabika Toraja, Kopi Robusta Pupuan Bali, Kopi Arabika Sumatera Koerintji, Kopi Liberika Tungkal Jambi, dan Kopi Liberika Rangsang Meranti.

Dalam rangka meningkatkan kinerja industri pengolahan kopi nasional di tengah menghadapi era globalisasi perdagangan dan pasar bebas, diperlukan upaya strategis guna menggenjot daya saing dan produktivitasnya.

Langkah tersebut, antara lain melalui penggunaan teknologi yang meningkatkan efisiensi dan inovasi, peningkatan kualitas produk dengan penerapan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan, serta peningkatan SDM seperti barista, roaster, dan penguji cita rasa atau cupper.

Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By 12 SHIO